MAPPI Sumut-Aceh Dukung Terwujudnya Undang-Undang Penilai pada Munas XIII MAPPI 2024

RUBIS.ID, MEDAN - Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) akan menggelar hajatan Musyawarah Nasional (Munas) XIII 2024 yang rencananya dilaksanakan pada tanggal 10-12 September 2024 di Hotel Sheraton Grand Jakarta Gandaria City. Berdasarkan data Dewan Pimpinan Nasional (DPN) MAPPI, terdapat 10.701 penilai yang menjadi anggota MAPPI di seluruh Indonesia. Walaupun peserta Munas yang memiliki hak suara adalah anggota MAPPI P, T dan S dengan jumlah kurang lebih 6.496 anggota, tapi calon peserta Munas ini adalah seluruh anggota MAPPI, baik A, P, T dan S.
Munas sekaligus pemilihan Dewan Pengurus Nasional (DPN), Dewan Penilai (DP), Dewan Pengawas Keuangan (DPK) seperti pada Munas XII tahun 2020, serta pemilihan Ketua Ikatan Kantor Jasa Penilai Publik (IKJPP) yang untuk pertama kali dilakukan dalam Munas XIII.
Beberapa isu hangat menjelang Munas muncul seperti kekhawatiran keberlanjutan bisnis Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) karena keberadaan penilai internal, kriminalisasi penilai, dan Undang-Undang Penilai yang kemudian diangkat menjadi tema Munas XIII "Kolaborasi dan Sinergi Dalam Mewujudkan Undang-Undang Penilai Untuk Keberlanjutan Eksistensi Profesi".
Sejauh ini nama-nama calon pengurus DPN belum ditetapkan sehingga membuat seluruh pihak belum berani melabuhkan pilihannya ke para calon, termasuk Ketua MAPPI Sumut-Aceh, Suherwin, ST, M.Si, MAPPI (Cert) saat ditemui Rubis.id, Senin (29/07/2024) di Sekretariat MAPPI Sumut-Aceh, Ira Building, Jl. Taman Setia Budi Indah No. 1, Medan.
"Namun, beredar 2 paket bakal calon DPN, kalau KJPP terafiliasi dengan bakal calon pasti menjagokan calonnya, karena bakal calon belum ditetapkan Panitia Pemilihan, maka swing voter-nya masih belum jelas mau kemana," ujar Suherwin.
Menurut Suherwin, berdasarkan Munas-Munas sebelumnya, pilihan suara peserta Munas masing-masing akan sejalan dengan pilihan KJPP pusatnya. “Umumnya begitu, karena arah dukungan penilai dan KJPP sejalan, walaupun pada dasarnya setiap anggota berhak memilih calonnya masing-masing," jelasnya.
Sementara menyikapi Undang-Undang Penilai yang kemudian diangkat menjadi tema Munas XIII nanti, Suherwin sangat mendukung karena semangat untuk terwujudnya undang-undang penilai harus tetap dijaga sampai UU Penilai ditetapkan.
"DPN MAPPI saat ini telah berupaya seoptimal mungkin untuk dapat diwujudkan diperiode kepengurusan saat ini yang segera berakhir, dan berdasarkan keterangan dari DPN proses UU Penilai tinggal beberapa langkah terwujud, dan mestinya itu bisa tercapai di akhir tahun 2023, namun prosesnya masih terhenti dalam menunggu surat presiden ke DPR. Tapi kalau dari tahapan-tahapan untuk mencapai undang-undang saat ini proses pengusulan UU Penilai sudah pada jalur yang tepat, sayangnya pasca Pemilu Presiden dan Legislatif kemaren akan mengubah segalanya dan sepertinya penilai harus berjuang kembali melanjutkan Upaya terwujudnya UU Penilai di periode mendatang," ujar Suherwin.
Tidak adanya payung hukum setingkat UU bagi penilai menyebabkan masyarakat, APH dan penilai tidak memiliki dasar atau referensi yang sama, penilai bekerja sesuai SPI namun APH menggunakan aturan berbeda sehingga sejauh ini sudah banyak penilai yang menjadi pesakitan di kursi pidana. Idealnya, penilai yang dianggap salah atau dicurigai salah, seharusnya melalui mekanisme pemeriksaan oleh Dewan Penilai. Namun aturan inikan baru ada di AD/ART MAPPI belum sepenuhnya diakui APH karena belum ada Undang-Undangnya.
"Banyak penilai yang dikriminalisasi, anggaplah seperti itu, terus banyak penilai yang memang masuk ke ranah hukum. Proses pemeriksaan aduan terkait penilaian seharusnya semua melalui mekanisme pemeriksaan oleh Dewan Penilai yang memahami bagaimana penilai bekerja, bukan langsung ke APH yang basic ilmunya bukan penilai sehingga sering salah persepsi dalam menangani aduan penilaian. Kesalahan penulisan atau validitas data yang jelas tidak ada di publish pemerintah secara resminya, mestinya merupakan kesahan administrasi sehingga diadili dalam kasus perdata bukan pidana, dan dapat diselesaikan oleh Dewan Penilai, dengan sanksi hukuman administrasi hingga pencabutan izin seperti yang tertera juga dalam PMK 101 Tahun 2014," ujar Suherwin.
Menurut Suherwin, dengan adanya UU Penilai semua terlindungi, baik haknya masyarakat, haknya pemerintah, dan haknya penilai, terutama masyarakat sebagai pengguna laporan penilai, jangan sampai merasa dirugikan dan harus dilindungi dengan kepastian hukum.
"Kalau penilai sudah jelas-jelas salah melanggar undang-undang, misalnya terima suap, kalau dihukum kan wajar, tapi kalau misalnya penilai tidak melakukan apa-apa, hanya saja waktu pelaksanaan, yang melakukan korupsi dari instansi yang menggunakan laporan kita, masak kita ditarik-tarik?" kata Suherwin.
Mendesaknya UU Penilai inilah yang membuat Suherwin sangat mendukung siapapun yang maju menjadi kandidat DPN MAPPI pada Munas XIII nanti.
"Ya intinya sih kami kalau dari pengurus, siapapun yang terpilih, akan mendukungnya, karena mereka pasti orang-orang yang sudah cukup mumpuni untuk memimpin MAPPI, jadi ya mendukung itu sekadar mendukung saja, selesai Munas ya sudah kita bersama-sama lagi untuk mewujudkan visi-misinya MAPPI, jadi dari saya sendiri kalau bisa pada masa-masa kampanye ini jangan terlalu provokatif dan black campaign gitu ya, kita mendukung salah satu calon oke nggak apa-apa, politik memang begitu tapi jangan terlalu sehingga nanti akan terjadi benturan-benturan dan perpecahan yang akhirnya terbawa bekasnya hingga Munas usai. Lebih baik kita semarakkan MUNAS dengan usulan program kerja yang membangun, pilih calon pemimpin berdasarkan program kerja (proker) yang ditawarkan, dan nikmati kebersamaan dan kemeriahannya yang ditunggu 4 tahun sekali," pungkasnya. (Arif)
Komentar