Terkait Bawang Putih Mahal, Ini yang Dilakukan KPPU

RUBIS.ID, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencoba mengurai persoalan mahalnya harga bawang putih belakangan ini dengan mengumpulkan berbagai pihak yang berkaitan. Focus group discussion atau FGD bertema “Bergejolaknya Harga Bawang Putih” yang dilaksanakan Selasa (21/5/2024) di Jakarta, membahas fenomena tersebut guna tranparansi kepada publik.

Terungkap bahwa faktor ketergantungan pada impor dari negara tertentu, faktor cuaca dan realisasi jadwal impor sebagai faktor penyebab.

KPPU belakangan ini aktif memantau harga dan ketersediaan bawang putih di pasar secara nasional. Ketua KPPU M Fanshurullah Asa menuturkan, pihaknya turun langsung di tujuh wilayah kerja untuk melakukan pengecekan.

“Memang ada kecenderungan harga turun, namun kebanyakan masih tinggi. Kami mencari persoalannya apa dan dari mana. Rupanya, HET masih menggunakan data Bapanas 2019. Jadi kami mengumpulkan pihak-pihak terkait guna meningkatkan transparansi publik sekaligus menentukan posisi atau kebijakan internal KPPU atas persoalan tersebut,” pungkas Fanshurullah dalam siaran pers-nya, Rabu (22/5/2024).

Bapanas dalam pertemuan tersebut mengatakan, faktor cuacamenjadi hal yang paling penting terkait impor bawang putih saat ini. Soalnya, 95 persen bawang putih nasional berasal dari impor, sisanya ditanam petani lokal.

Saat ini, realisasi impor tercatat 127.542 ton dengan total distribusi di 16 wilayah di Indonesia hingga Februari 2023 sebesar 43.046 ton. Bawang putih masuk ke Indonesia hanya melalui Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan dan Makassar. Sedangkan Indonesia memiliki 43 importir yang tersebar di sembilan provinsi.

Anggota KPPU, Eugenia Mardanugraha mendapat informasi bahwa harga bawang putih yang mahal disebabkan cuaca hujan di Tiongkok. Kualitasbawang putih yang tiba di Indonesia menjadi rendah karena basah.

“Izin impor bawang putih dari akhir 2023, masih bisa dijual sampai April 2024. Jadi harga masih stabil, menggunakan harga lama. Tapi setelah April 2024, kualitas bawang putih menurun, harga baru impor dari Tiongkok pun sudah mahal,” ujar Eugenia.

Harga Eceran Tertinggi (HET) dari Bapanas sebesar Rp32.000 per kilogram. Namun tidak dijelaskan di tingkatan mana HET ini berlaku, baik di distributor, agen atau penjual eceran. HET ini juga melingkupi seluruh Indonesia. Sebagai solusi, KPPU meminta Bapanas menetapkan harga komoditas bawang putih per wilayah agar terukur serta menghindari potensi kartel baik di importir, agen, maupun penjual eceran.

Atas informasi bahwa impor bawang putih hanya berasal dari Tiongkok, KPPU juga akan menganalisis apakah jika ada perubahan kebijakan terkait importasi, akan ada potensi pelanggaran persaingan usaha tidak sehat atau permainan harga paska perubahan kebijakan.

Masukan lain yang ditangkap dari FGD ini adalah penghapusan program wajib tanam bagi importir karena swasembada bibit bawang putih yang akan dicapai melalui kebijakan ini terbukti gagal. Selain itu, hapus sistem quota karena tidak ada produsen dalam negeri yang perlu dilindungi mengingat 95 persen komoditas bawang putih berasal dari impor.

“Ini bisa menjadi masukan dan pertimbangan KPPU ke depan. Pada 2019, kami sudah mengeluarkan saran pertimbangan kepada Kemendag dan Kementan terkait komoditas ini,” sebut Eugenia.

KPPU mendukung upaya pemerintah melakukan swasembada bibit bawang putih sampai target pencapaian di 2021. Juga menyarankan untuk melakukan penyederhanaan prosedur impor bawang putih konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan pasar domestik, melibatkan Kemendag dan Kementan sehingga mengurangi potensi kelangkaan pasokan dan penguasaan pasar oleh sekelompok pelaku usaha.

"KPPU juga menyarankan pemerintah memberlakukanmekanisme pungutan yang dikenakan kepada importir bawang putih konsumsi, digunakan untuk mendukung program swasembada bawang putih nasional. Kebijakan tersebut dapat menjadi alternatif atau pelengkap kebijakan wajib tanam yang diberlakukan," tutupnya.(IL)

Komentar

Loading...