Dr. H. Sakhyan Asmara, MSP: Pemerintah Harus Serius Selesaikan Masalah Lahan Alwashliyah Di Helvetia
TOKOH masyarakat Sumatera Utara Dr. H. Sakhyan Asmara, MSP. (Ist)
RUBIS.ID, MEDAN - Persoalan Lahan eks HGU yang telah diserahkan PTPN II kepada PB Alwashliyah hendaknya segera diselesaikan. Untuk itu, Pemerintah Daerah beserta unsur-unsur terkait diimbau agar segera turun tangan menyelesaikannya.
“Jangan sampai masalah lahan yang sudah jelas alas hak kepemilikannya, menjadi bola liar yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga, sehingga bisa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat,” kata tokoh masyarakat Sumatera Utara Dr. H. Sakhyan Asmara, MSP, ketika ditanya wartawan terkait tanggapannya tentang persoalan lahan Alwashliyah di Desa Helvetia, Minggu (25/5).
Melansir beberapa pemberitaan di media massa, Pengadilan Negeri Lubukpakam telah menggelar sita eksekusi tanah seluas 32 hektar milik Al Washliyah di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, Sumut, Senin 13 Mei 2024 berdasarkan Keputusan Nomor: 22/Pdt.Eks/2023/PN Lbp Jo. 55/Pdt G/2012/PN LP tertanggal 13 Desember 2023.
Info yang diterima wartawan terhadap lahan tersebut sudah dilakukan pembayaran oleh PB Alwashliyah kepada PTPN II, dan PB Alwashliyah juga sudah melakukan pemberian ganti rugi atas tanaman yang ada di atas lahan kepada para penggarap.
Sementara di lain pihak, kelompok penggarap melalui Organisasi Komite Tani Menggugat (KTM) Sumatera Utara (Sumut) dan Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPLKN) menolak eksekusi tersebut, dengan alasan bahwa di atas lahan itu, menurut mereka, sudah dihuni selama 20 tahun. Penolakan dilakukan dengan menutup akses jalan dan membakar ban bekas.
Menurut Sakhyan, yang juga Koordinator Wilayah I Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Sumatera Utara meliputi antara lain Deliserdang dan Medan, mengatakan bahwa kasus-kasus sengketa lahan merupakan kasus yang rawan konflik, bahkan bisa berdampak kepada timbulnya gejolak sosial dan bukan tidak mungkin terjadi konflik horizontal antar kelompok yang bersengketa.
”Harus dipahami bahwa Alwashliyah adalah Organisasi Masyarakat Islam terbesar di Sumatera Utara yang mempunyai banyak pengurus dan anggota, sementara di pihak lain para penggarap adalah anggota masyarakat dari berbagai golongan yang tidak bisa dianggap sepele, karena pasti mempunyai pendukung dari kalangan yang sama karaktreristik dan kepentingannya dengan kelompok penggarap tersebut,” ujarnya.
Karenanya, Sakhyan mengatakan, untuk menyelesaikan persoalan lahan tersebut, Pemerintah Daerah maupun pihak PTPN II, tidak boleh melepaskannya, apalagi diselesaikan sendiri oleh PB Alwashliyah.
Sebab, lanjut Sakhyan yang juga Dosen S2-S3 FISIP USU itu, persoalan ini adalah persoalan yang melibatkan kepentingan masyarakat.
Para penggarap adalah anggota masyarakat yang harus mendapat perlindungan dari pemerintah, sementara PB Alwashliyah adalah pemegang alas Hak yang sah dan akan menggunakan lahan tersebut untuk kemashlahatan ummat, khususnya ummat Islam.
”Jadi hal ini sangat rawan, ” jelas Sakhyan.
Win Win Solution
Salah satu solusi yang bisa ditempuh adalah pihak PTPN II harus berpartisipasi memberikan pengganti kepada para penggarap. Toh, PTPN II sudah mendapat pembayaran dari PB Alwashliyah 20 tahun yang lalu.
Seharusnya PTPN II harus bertanggung jawab untuk memberikan solusi kepada penggarap. Jangan PTPN II menangguk di air keruh. Apalagi kalau ditelusuri lebih jauh, sebenarnya PTPN II harus juga memikirkan kepentingan masyarakat, jangan hanya memikirkan kepentingannya sendiri.
”Inilah sebenarnya “win win solution” yang paling tepat, sehingga para penggarap sudah bisa segera keluar dari lahan tersebut, dan PB Alwashliayah segera dapat menggunakan lahan itu sesuai dengan yang telah mereka rencanakan,” pungkas Sakhyan, yang juga Ketua MPO MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara, itu. (Red)
Sumber: waspada.id
Komentar