Ekonom: Pengendalian Harga Beras Membenturkan Kepentingan Konsumen Dengan Petani
Foto : Istimewa
RUBIS.ID, MEDAN - Harga beras di kota medan belakangan ini sempat mengalami kenaikan. Kalau mengacu kepada PIHPS, pada tanggal 14 Desember 2022, terjadi kenaikan harga beras kualitas bawah sebesar 100 hingga 250 rupiah per Kg nya. Untuk beras kualitas medium naik 200 hingga 250 rupiah per Kg nya. Dan untuk beras kualitas super mengalami kenaikan 150 hingga 200 rupiah per Kg nya.Hal ini dikatakan Ekonom Sumut, Benjamin Gunawan kepada awak media dalam rilisnya, Selasa (20/12/22).
Dan saat ini lanjutnya, rentang harga beras di kota medan berada di kisaran 9.750 hingga 13.200 per Kg nya. Nah kenaikan harga beras itu sendiri sudah diperkirakan jauh hari sebelumnya. Kenaikan harga pupuk, pestisida hingga laju inflasi telah menggerus daya beli petani di SUMUT, yang tercermin dari nilai tukar petani tanaman pangan (NTPP), yang sebesar 95,05 atau dibawah nilai indeks 100.
"Jadi kenaikan harga beras ini pada dasarnya akan jadi kabar baik bagi petani kita. Terlebih jika harga gabah di tingkat petani juga dinaikkan. Karena untuk memperbaiki daya beli petani tanaman pangan khususnya padi, tentunya dari kenaikan harga gabah atau berasnya. Namun kondisi berbeda justru bisa dirasakan konsumennya" terangnya.
Sementara itu, Beras ini menjadi konsumsi utama masyarakat di Indonesia. Dan dalam situasi dimana terjadi kenaikan biaya input produksi, karena suatu hal yang diluar perkiraan sebelumnya. Tentunya hal tersebut membuat pengendalian harga beras menjadi dilematis. Perdebatan terkait stok beras memang terus terjadi, apakah mengandalkan stok pangan dari BPS yang diamini KEMENTAN, atau justru bersandar pada stok cadangan beras dari BULOG.
"Kenaikan harga beras selama tahun 2022 ini memang memicu kekuatiran diantara kita. Terlebih harga komoditas pangan khususnya sereal di pasar global juga mengalami kenaikan. Kalau tidak dipersiapkan dengan cadangan yang siap digunakan untuk mengintervensi pasar. Maka jelas potensi kenaikan harga beras selanjutnya berpeluang terjadi. "kata Gunawan.
Masih dikatakannya, kalau mengandalkan data pasokan BPS yang memang validitasnya juga tidak diragukan, namun stok beras itu sendiri juga menyebar, tidak dimiliki BULOG sepenuhnya. Sehingga disaat ada gejolak harga beras, intervensi harga beras sulit dilakukan dan tentunya tidak terkoordinasi, alhasil sulit meredam gejolak harga ditengah kondisi seperti itu. Sementara disisi lain, kenaikan harga beras tentunya jadi insentif bagi petani padi kita," ucapnya lagi.
"Dalam konteks ini pemerintah dibenturkan antara kepentingan konsumen dengan petani. Konsumen tentunya mewakili segenap masyarakat Indonesia karena konsumsi bahan pokok utamanya adalah beras. Membiarkan harga beras naik berarti membiarkan kondisi Negara dalam potensi kerawanan sosial yang lebih besar,"Ungkap Gunawan.
Disisi lain impor beras yang dilakukan justru melukai petani kita. Tulang punggung ketahanan pangan kita itu ada di petani. Mudah mudahan pemerintah bisa memberikan solusi untuk menutup luka petani tersebut dengan mengkompensasi kebijakan impor yang diambil saat ini. Terlebih petani yang NTP nya di bawah 100. Dan kompensasi disini bisa dalam bentuk bantuan apapun yang bisa digunakan untuk menopang daya beli petani. Bisa dalam bentuk subsidi pupuk atau pengurangan biaya input produksi, bantuan sosial, atau menaikkan harga gabah petani.(IL/rel)
Komentar